Kamis, 24 Maret 2016

Tawakkal

Tawakkal: Antara Tauhid dan Syirik
بسم الله الرحمن الرحيم

Salah satu bentuk ibadah yang diperintahkan oleh Allah ta’ala kepada kita selaku hamba-hamba-Nya adalah tawakkal. Dikarenakan ia adalah suatu ibadah maka ia wajib untuk ditujukan semata-mata hanya kepada Allah ‘azza wa jalla saja. Namun ternyata tawakkal itu ada bermacam-macam bentuknya sehingga hukumnya pun berbeda pula. Berikut ini adalah jenis-jenis tawakkal yang disebutkan oleh para ulama.

Tawakkal ada 3 macam, yaitu:

1. Tawakkal Ibadah.

Tawakkal ini bentuknya adalah berserah diri kepada sesuatu dalam hal untuk mendatangkan manfaat dan menolak marabahaya. Dia meyakini bahwa sesuatu itulah yang satu-satunya yang bisa mendatangkan manfaat dan menolak marabahaya sehingga sesuatu itu pantas untuk disembah (diibadahi) dan diagungkan.

Tawakkal seperti ini hanya boleh diperuntukkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata dan tidak boleh ditujukan kepada selain Allah kapanpun dan di manapun. Barangsiapa yang memalingkannya kepada selain Allah, misalnya kepada orang yang sudah meninggal atau sesuatu yang gaib, maka perbuatannya tersebut dikategorikan ke dalam syirik akbar (syirik besar).

Dalilnya di antara lain adalah firman Allah ta’ala:

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” [QS Al Maidah: 23]

Di dalam ayat ini Allah ta’ala menjadikan tawakkal hanya kepada-Nya merupakan syarat dari pengakuan keimanan kepada Allah ta’ala.

2. Tawakkal seseorang kepada seseorang atau pekerjaan dalam hal menganggap bahwa orang atau pekerjaan tersebut merupakan satu-satunya hal yang bisa mendatangkan rezeki kepadanya. Kalau bukan karena orang atau pekerjaan tersebut maka hilanglah rezekinya dan hancurlah kehidupannya serta tidak ada lagi yang bisa mendatangkan rezeki kepada dirinya sehingga menjadi terlantar dan mati kelaparan.

Tawakkal jenis ini merupakan perbuatan syirik ashghar (syirik kecil) karena orang tersebut menganggap bahwa satu-satunya yang memberinya rezeki adalah orang atau pekerjaan tersebut sehingga dia begitu mementingkan kedua hal tersebut meskipun harus melanggar norma-norma dan batasan-batasan yang telah Allah ‘azza wa jalla tetapkan. Dia melupakan bahwa sesungguhnya pada hakikatnya yang memberikan rezeki kepadanya adalah Allah ta’ala melalui hamba-Nya atau apa saja yang Dia kehendaki. Adapun orang atau pekerjaan tersebut hanyalah sebagai sebab saja dan bukan sebagai sumber.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (15) إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ (16) وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ

“Wahai manusia, kalianlah yang butuh kepada Allah sedangkan Allah Dialah Al Ghaniyy (Yang Maha Kaya) lagi Al Hamid (Maha Terpuji). Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kalian dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kalian), dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.” [QS Fathir: 15-17]

Dalam ayat yang lain:

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Sesungguhnya Allah Dialah Ar Razzaq (Maha Pemberi rezeki) yang mempunyai kekuatan lagi sangat perkasa.” [QS Adz Dzariyat: 58]

Bila dia tidak meyakini seperti keyakinan di atas, tetapi menganggap dan menjadikan seseorang atau pekerjaan hanyalah sebagai sebab datangnya rezeki, adapun pemberi rezeki yang sebenarnya adalah Allah ‘azza wa jalla, maka keyakinan seperti inilah yang dituntut.

3. Tawakkal kepada seseorang yang hidup, hadir, dan mampu dalam bentuk menyerahkan sesuatu urusan kepadanya dan mempercayakan hal tersebut kepadanya untuk diselesaikan, maka ini adalah perkara yang diperbolehkan di dalam syariat. Tawakkal jenis ini lebih dikenal di dalam ilmu fiqih dengan nama al wakalah (perwakilan).

Dalil-dalil yang menunjukkan akan diperbolehkannya mewakilkan suatu urusan kepada orang lain yang hidup, hadir, dan mampu sangatlah banyak dan jelas, baik dari Al Qur`an dan hadits.

Dari Al Qur`an adalah firman Allah ta’ala:

فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ

“Maka utuslah salah seorang di antara kalian untuk pergi ke kota dengan membawa uang perak kalian ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untuk kalian.” [QS Al Kahfi: 19]

Dari hadits, di antaranya adalah peristiwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengutus Urwah Al Bariqi untuk membeli hewan kurban, mengutus Umar ibnul Khaththab untuk memungut sedekah, menyerahkan penyembelihan unta kepada Ali bin Abi Thalib, mengutus Unais untuk melaksanakan hukuman rajam, dan lain sebagainya.

والحمد لله رب العالمين

Minggu, 20 Maret 2016

Taat Pada Pemimpin Yang Zalim

Taat pada Pemimpin yang Zalim

Jan 25, 2013Muhammad Abduh Tuasikal,
“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak)”. (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)

Islam lewat lisan Nabinya telah mengajarkan bagaimana kita bermuamalah dengan pemerintah atau penguasa. Sebagian kalangan bersikap keras sehingga mudah mengkafirkan. Sebagian lagi bersikap lembek. Sikap terbaik yang menjadi akidah seorang muslim adalah tetap menasehati penguasanya dengan baik tatkala mereka tergelincir. Penyampaian nasehat ini pula disalurkan dengan cara yang baik, bukan dengan menyebarkan aib mereka di depan umum. Juga prinsip penting dalam muamalah dengan penguasa adalah tetap mentaati mereka selama mereka masih muslim, walaupun mereka berbuat zholim. Berikut nasehat Nabi kita -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para ulama dalam hal ini.

Dari Abu Najih, Al ‘Irbadh bin Sariyahradhiyallahu ‘anhu, ia berkata

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan menjadikan air mata berlinang”. Kami (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan adalah nasihat dari orang yang akan berpisah, maka berilah kami wasiat.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ

“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak)”. (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)

Mentaati Pemimpin dalam Kebajikan

Ta’at kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam Al Kitab dan As Sunnah. Di antaranya Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’ [4] : 59)

Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin di sini tidaklah datang dengan lafazh ‘ta’atilah’ karena ketaatan kepada pemimpin merupakan ikutan (taabi’) dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, apabila seorang pemimpin memerintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka tidak ada lagi kewajiban dengar dan ta’at.

Makna zhohir (tekstual) dari hadits ini adalah kita wajib mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun mereka bermaksiat kepada Allah dan tidak menyuruh kita untuk berbuat maksiat kepada Allah. Karena terdapat hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Hudzaifah bin Al Yaman.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».

“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “

Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”

Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” (HR. Muslim no. 1847. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykah Al Mashobih, 15/343, Maktabah Syamilah)

Padahal menyiksa punggung dan mengambil harta tanpa ada sebab yang dibenarkan oleh syari’at –tanpa ragu lagi- termasuk maksiat. Seseorang tidak boleh mengatakan kepada pemimpinnya tersebut, “Saya tidak akan ta’at kepadamu sampai engkau menaati Rabbmu.” Perkataan semacam ini adalah suatu yang terlarang. Bahkan seseorang wajib menaati mereka (pemimpin) walaupun mereka durhaka kepada Rabbnya.

Adapun jika mereka memerintahkan kita untuk bermaksiat kepada Allah, maka kita dilarang untuk mendengar dan mentaati mereka. Karena Rabb pemimpin kita dan Rabb kita (rakyat) adalah satu yaitu Allah Ta’ala oleh karena itu wajib ta’at kepada-Nya. Apabila mereka memerintahkan kepada maksiat maka tidak ada kewajiban mendengar dan ta’at.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ

“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).” (HR. Bukhari no. 7257)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.” (HR. Bukhari no. 7144)

(Pembahasan ini kami sarikan dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Arba’in An NAwawiyah, hal. 279, Daruts Tsaroya)

Bersabarlah terhadap Pemimpin yang Zholim

Ibnu Abil ‘Izz mengatakan,

“Hukum mentaati pemimpin adalah wajib, walaupun mereka berbuat zholim (kepada kita). Jika kita keluar dari mentaati mereka maka akan timbul kerusakan yang lebih besar dari kezholiman yang mereka perbuat. Bahkan bersabar terhadap kezholiman mereka dapat melebur dosa-dosa dan akan melipat gandakan pahala. Allah Ta’ala tidak menjadikan mereka berbuat zholim selain disebabkan karena kerusakan yang ada pada diri kita juga. Ingatlah, yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan (al jaza’ min jinsil ‘amal). Oleh karena itu, hendaklah kita bersungguh-sungguh dalam istigfar dan taubat serta berusaha mengoreksi amalan kita.

Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura [42] : 30)

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ

“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”.” (QS. Ali Imran [3] : 165)

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

“Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An Nisa’ [4] : 79)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (QS. Al An’am [6] : 129)

Apabila rakyat menginginkan terbebas dari kezholiman seorang pemimpin, maka hendaklah mereka meninggalkan kezholiman.

(Inilah nasehat yang sangat bagus dari seorang ulama Robbani. Lihat Syarh Aqidah Ath Thohawiyah, hal. 381, Darul ‘Aqidah)

Ingatlah: Semakin Baik Rakyat, Semakin Baik Pula Pemimpinnya

Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan,

“Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.

Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkah hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya. Ketika masa-masa awal Islam merupakan masa terbaik, maka demikian pula pemimpin pada saat itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga akan ikut rusak. Dengan demikian berdasarkan hikmah Allah, apabila pada zaman kita ini dipimpin oleh pemimpin seperti Mu’awiyah, Umar bin Abdul Azis, apalagi dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar, maka tentu pemimpin kita itu sesuai dengan keadaan kita. Begitu pula pemimpin orang-orang sebelum kita tersebut akan sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu. Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan konsekuensi dan tuntunan hikmah Allah Ta’ala.” (Lihat Miftah Daaris Sa’adah, 2/177-178)

Pada masa pemerintahan ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu ada seseorang yang bertanya kepada beliau, “Kenapa pada zaman kamu ini banyak terjadi pertengkaran dan fitnah (musibah), sedangkan pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak?

Ali menjawab,

“Karena pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi rakyatnya adalah aku dan sahabat lainnya. Sedangkan pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah kalian.”

Oleh karena itu, untuk mengubah keadaan kaum muslimin menjadi lebih baik, maka hendaklah setiap orang mengoreksi dan mengubah dirinya sendiri, bukan mengubah penguasa yang ada. Hendaklah setiap orang mengubah dirinya yaitu dengan mengubah aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalahnya. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala,

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du [13] : 11) (Dinukil dari buku Ustadz Yazid bin Abdil Qodir Jawas, Nasehat Perpisahan, hadits Al ‘Irbadh)

Menegakkan Negara Islam

Ada seorang da’i saat ini berkata,

أَقِيْمُوْا دَوْلَةَ الإِسْلاَمِ فِي قُلُوْبِكُمْ، تَقُمْ لَكُمْ عَلَى أَرْضِكُمْ

“Tegakkanlah Negara Islam di dalam hati kalian, niscaya negara Islam akan tegak di bumi kalian.”

Bukanlah jalan melepaskan diri dari kezoliman penguasa adalah dengan mengangkat senjata melalui kudeta yang termasuk bid’ah pada saat ini. Pemberontakan semacam ini telah menyelisihi nash-nash yang memerintahkan untuk merubah diri sendiri terlebuh dahulu dan membangun bangunan dari pondasi (dasar). Allah Ta’ala berfirman,

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hajj [22] : 40)

Jalan keluar dari kezholiman penguasa –di mana kulit mereka sama dengan kita dan berbicara dengan bahasa kita- adalah dengan :

1. Bertaubat kepada Allah Ta’ala

2. Memperbaiki aqidah

3. Mendidik diri dan keluarga dengan ajaran Islam yang benar

(At Ta’liqot Al Atsariyah ‘alal Aqidah Ath Thohawiyah li Aimmati Da’wah Salafiyah, 1/42, Maktabah Syamilah)

Oleh karena itu, setiap da’i yang ingin mendakwahkan islam hendaklah memulai dakwahnya dengan dakwah tauhid. Inilah dakwah para Nabi dan dakwah pertama yang Nabi perintahkan kepada da’i dari kalangan sahabat untuk menyampaikannya kepada umat. Para sahabat tidaklah diperintahkan untuk menegakkan khilafah islamiyah terlebih dahulu atau menguasai pemerintahan melalui politik. Namun, dakwah yang beliau perintah untuk disampaikan pertama kali adalah dakwah tauhid.

Lihatlah nasehat beliau shallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau mengutusnya ke Yaman –negeri Ahli Kitab-,

إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ ، فَإِذَا عَرَفُوا اللَّهَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahli Kitab. Jadikanlah dakwah pertamamu kepada mereka adalah untuk beribadah kepada Allah (mentauhidkannya). Apabila mereka sudah mentauhidkan Allah, beritahukanlah mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam kepada mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jauhilah Pertumpahan Darah

Kita harus memperhatikan kewajiban mendengar dan taat kepada penguasa. Karena, bila kita tidak mentaati mereka, maka akan terjadi kekacauan, pertumpahan darah dan terjadi korban pada kaum muslimin. Ingatlah bahwa darah kaum muslimin itu lebih mulia daripada hancurnya dunia ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

“Hancurnya dunia ini lebih ringan (dosanya) daripada terbunuhnya seorang muslim.” (HR. Tirmidzi)

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain , atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS. Al Ma’idah [5] : 32)

Sekarang kita dapat menyaksikan orang-orang yang memberontak kepada penguasa. Mereka hanya mengajak kepada pertumpahan darah dan banyak di antara kaum muslimin yang tidak bersalah menjadi korban.

Yang wajib dan terbaik adalah mendengar dan mentaati mereka. Namun bukan berarti tidak ada amar ma’ruf nahi mungkar. Hal itu tetap ada tetapi harus dilakukan menurut kaedah yang telah ditetapkan oleh syari’at yang mulia ini.

Hendaklah Kita Mendoakan Pemimpin Kita

Sebagaimana dalam penjelasan yang telah lewat bahwa pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Jika rakyat rusak, maka pemimpin juga akan demikian. Maka hendaklah kita selalu mendo’akan pemimpin kita dan bukanlah mencelanya. Karena do’a kebaikan kita kepada mereka merupakan sebab mereka menjadi baik sehingga kita juga akan ikut baik. Ingatlah pula bahwa do’a seseorang kepada saudaranya dalam keadaan saudaranya tidak mengetahuinya adalah salah satu do’a yang terkabulkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Do’a seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat (yang memiliki tugas mengaminkan do’anya kepada saudarany, pen). Ketika dia berdo’a kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata : Amin, engkau akan mendapatkan yang sama dengannya.” (HR. Muslim no. 2733)

Sampai-sampai sebagian salaf mengatakan:

Seandainya aku mengetahui bahwa aku memiliki do’a yang mustajab, niscaya akan aku manfaatkan untuk mendo’akan pemimpin.

Masya Allah inilah akhlaq yang mulia. Selalu mentaati pemimpin selain dalam hal maksiat. Dengan inilah akan tercipta kemaslahatan di tengah-tengah kaum muslimin.

Semoga Allah selalu memperbaiki keadaan pemimpin kita. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

“Ya Allah, berilah kemanfaatan kepada kami terhadap apa yang kami ajarkan dan ajarkanlah pada kami ilmu yang bermanfaat serta tambahkanlah ilmu pada kami.”

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Allahumman fa’ana bimaa ‘allamtana, wa ‘alimna maa yanfa’una wa zidnaa ‘ilmaa. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Tulisan lawas, diedit ulang di Madinah Nabawiyah, Jum’at-13 Rabi’ul Awwal 1434 H

www.rumaysho.com

Kamis, 17 Maret 2016

10 sahabat Rosulullah yang dijamin Syurga

Ada sepuluh orang dari sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang dijamin pasti masuk ke dalam surga.

Nama-nama mereka tersebut di dalam hadits yang shahih berikut ini:

عن عبد الرحمن بن عوف قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أبو بكر في الجنة وعمر في الجنة وعثمان في الجنة وعلي في الجنة وطلحة في الجنة والزبير في الجنة وعبد الرحمن بن عوف في الجنة وسعد في الجنة وسعيد في الجنة وأبو عبيدة بن الجراح في الجنة

“Dari Abdurrahman bin ‘Auf, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: Abu Bakr di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az Zubair di surga, Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Sa’ad di surga, Sa’id di surga, dan Abu Ubaidah ibnul Jarrah di surga.”[HR At Tirmidzi (3747), hadits shahih.]

Berikut ini perincian nama-nama mereka yang tersebut di dalam hadits:

1.Abu Bakr, yaitu Abdullah bin Utsman At Taimi, digelari dengan Ash Shiddiq Al Akbar. Wafat pada bulan Jumadil Awal tahun 13 H pada umur 63 tahun.

2.Umar, yaitu ibnul Khaththab Al ‘Adawi, Abu Hafsh, digelari dengan Al Faruq. Syahid pada bulan Dzulhijjah tahun 23 H.

3.Utsman, yaitu bin Affan Al Umawi, Abu Abdillah, digelari dengan Dzunnurain. Syahid pada bulan Dzulhijjah setelah Idul Adha tahun 35 H dalam umur sekitar 80 tahun.

4.Ali, yaitu bin Abi Thalib Al Hasyimi, Abul Hasan, digelari dengan Abu Turob. Anak paman Nabiصلى اللهعليه وسلمdan suami dari anak perempuannya, yaitu Fatimah radhiallahu ‘anha. Syahid pada bulan Ramadhan tahun 40 H pada umur 63 tahun.

5.Thalhah, yaitu bin Ubaidillah At Taimi, Abu Muhammad. Digelari dengan Thalhah Al Fayyadh. Syahid pada perang Jamal tahun 36 H dalam umur 63 tahun.

6.Az Zubair, yaitu ibnul ‘Awwam Al Asadi, Abu Abdillah. Syahid pada tahun 36 H setelah pulang dari perang Jamal.

7.Sa’ad, yaitu bin Abi Waqqash Az Zuhri, Abu Ishaq. Orang yang paling pertama memanah dalam perang jihad fi sabilillah. Wafat di ‘Aqiq pada tahun 55 H. Beliau adalah yang paling terakhir meninggal di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga.

8.Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Muhammad Az Zuhri. Termasuk sahabat yang paling dahulu masuk Islam. Wafat pada tahun 32 H.

9.Sa’id, yaitu bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail Al ‘Adawi, Abul A’war. Wafat pada sekitar tahun 50 H.

10.Abu Ubaidah ibnul Jarrah, yaitu Amir bin Abdillah Al Fihri. Digelari dengan Aminu Hadzihil Ummah (Orang yang sangat terpercaya di umat ini). Termasuk dari anggota pasukan Perang Badr. Wafat syahid disebabkan oleh wabah menular Amwas pada tahun 18 H dalam umur 58 tahun.

Rabu, 16 Maret 2016

Cinta Yang Didambakan

QAIDAH CINTA…

"Kau kuhalalkan atau ku ikhlaskan”

Begitulah kaidah cinta seorang mukmin yang menghormati kesucian cinta.
Tegas dan tak kenal basa-basi.
Dia menyadari bahwa tak ada cinta yang halal sebelum ia menyatu dalam ikatan suci pernikahan.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada penawar yg lebih manjur bagi dua insan yg saling mencintai kecuali pernikahan“ (HR. Muslim)

Sahabat…
Takdir cinta akan selalu Indah pada masanya. Engkau hanya perlu bersabar dalam penantian dan pencarian, hingga Allah membawamu pada orang yang tepat diwaktu yang tepat.

Tetaplah diatas jalan petunjuk-Nya, sekalipun ia terasa panjang.
Jangan tergesa-gesa lalu berbelok menempuh jalan pintas.
Tunggulah sampai cinta itu mekar..
Sebab memetiknya sebelum mekar sama dengan melawan kodrat syar’i-Nya.

Katakan tidak untuk pacaran.

اتَّقِ اللَّهَ ولا تَفُضَّ الْخَاتَمَ إلا بِحَقِّهِ

“Bertakwalah kepada Allah, dan jangan pecahkan cincin kecuali dengan haknya”.(HR. Bukhori)

Semoga manfa'at

Twitter IslamDiaries
Instagram DiariesImage

Sumber : Ust. Aan Chandra Thalib, حفظه الله تعالى

Jenis Manusia

MANUSIA ADA 2 MACAM

Syaikh Ibrahim Ar Ruhaily berkata: “Manusia itu ada dua macam.. Ada yang meninggal dunia kemudian mendapatkan ganjaran pahala setelah kematiaannya, dan ada yang meninggal dunia kemudian menanggung dosa-dosa manusia yang ditinggalkannya.

Semua tergantung perbuatan yang di lakukannya semasa hidup mereka.

Orang yang pertama mencontohkan perbuatan baik lalu mengajak orang lain berbuat kebaikan yang sama, sementara orang yang kedua dihukum karena dosa orang lain. Sebab dia menjadi contoh bagi orang lain dalam perbutan buruk.

Allah Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

Artinya: “Barangsiapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, hal tersebut tidak akan mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun dan barangsiapa yang menyeru kepada sebuah kesesatan maka atasnya dosa seperti dosa-dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.” (Hadits riwayat Muslim)

Semoga manfa'at

Twitter @IslamDiaries
Instagram DiariesImage

Sumber Ustadz Aan Chandra Thalib

Selasa, 15 Maret 2016

Pelunasan Dosa

✏🔥 PELUNASAN DOSA ✏🔥
Nasehat bagi saudari ku kaum muslimah.

📝 Ustadz DR Syafiq Riza Basalamah, MA

💝 Akhi,Ukhti

📌 Tatkala kita mengetahui besarnya jumlah utang kita, dan kita mengetahui pula bahwa jumlah aset kita tidak cukup untuk melunasinya. Bahkan kalau kita mempekerjakan diri kita dan keluarga kita untuk menebus hutang maka kita tergolong orang yang bangkrut, pailit.

🎯 Sekarang coba bayangkan, dalam setiap harinya, berapa banyak dosa yang kita lakukan kita tidak pernah menghitungnya. Kalau amal kebajikan insyaAllah dihitung.

📌 Sebagian tidak merasa berbuat dosa, karena memang ia tidak mengetahui mana yang dosa dan mana yang bukan.

🎯 Lepas dari semua itu, Allah, ar Rahman ar Rahim, Yang Maha mengetahui dengan segala kekurangan hambanya, telah membuat suatu sistem pelunasan dosa yang sangat indah. Yaitu, dengan menurunkan berbagai macam MUSIBAH.

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ

مِنْ وَصَبٍ ؛ وَلَا نَصَبٍ ؛ وَلَا هَمٍّ ؛ وَلَا حَزَنٍ ؛ وَلَا غَمٍّ ؛ وَلَا أَذًى

- حَتَّى الشَّوْكَةُ يَشَاكُهَا - إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

💎 “Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih, kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.”

(HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)

☑ Jadi yang lagi sakit, pada hakekatnya dia sedang melunasi hutang-hutangnya. Maka tiada kata yang lebih pantas diucapkan pada waktu itu kecuali bersyukur kepada Allah.

🔖 Salah satu ulama' salaf berkata:

لولا مصائب الدنيا

لوردنا الآخرة مفلسين

💎 "Andai kata bukan karena musibah-musibah dunia, niscaya kita akan datang pada hari kiamat dalam keadaan bangkrut".

💝 Bagi akhi,ukhti yang sedang dapat musibah, saatnya menjadikan musibah itu sebagai LADANG  PELUNASAN DOSA dengan menata hati, bersabar, meridhoi takdir ilahi, bersyukur kepada Rabbi

🔑semoga bermanfaat.

Selasa, 08 Maret 2016

Suami Yang Baik

SUAMI YANG BAIK BANYAK NGALAHNYA…

Al-Hafiz Ibnu Hajar rohimahullah berkata :

قَالَ مُعَاوِيَةُ : يَغْلِبْنَ الْكِرَامَ وَيَغْلِبُهُنَّ­ اللِّئَامُ

Mu’aawiyah rodhiyallahu ‘anhu berkata : “Mereka para wanita mengalahkan para suami yang mulia, dan mereka dikuasai oleh para suami yang buruk” (Fathul Baari 9/265)

Sungguh wanita adalah makhluk yang lembut dan sangat butuh dengan kelembutan. Hatinya bisa tertawan dengan kelembutan…. buk­an dengan kekerasan seorang suami.

Seorang wanita yang bertekuk lutut dihadapan seorang suami karena kerasnya sang suami bukan berarti menunjukan sang suami hebat dan berakhlak mulia….
Karena kalau menundukan dengan kekerasan maka orang jalanan, preman, dan petinjupun mampu melakukannya.

Akan tetapi suami yang bisa menawan hati istrinya dengan kelembutan meskipun sering mengalah dan bersabar dengan sikap-sikap istrinya, itulah suami yang hebat dan mulia…

Semoga manfa'at

Twitter @IslamDiaries
Instagram DiariesImage

Sumber Ust. Firanda Andirja MA

Sunnah Berjenggot

SELISIHILAH

Kata sebagian kelompok orang yang berjenggot itu bodoh. Mungkin mereka belom paham kalo Rasulullah shalallahu alaihi wasallam jg berjenggot Dan beliau jg menyuruh kita berjenggot.

Hadits pertama, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى

“Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Muslim no. 623)

Hadits kedua, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى

“Selisihilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR. Muslim no. 625)

Hadits ketiga, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ.

“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.” (HR. Muslim no. 624)

Hadits keempat, dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوس
َ
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisihilah Majusi.” (HR. Muslim no. 626)

Hadits kelima, dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِب
َ
“Selisihilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis.” (HR. Bukhari no. 5892)

Semoga manfa'at

Twitter @IslamDiaries
Instagram DiariesImage

Sumber Rumaysho.com

KEADAAN SEORANG MU'MIN

LUAR BIASA

Ajaibnya keadaan seorang mukmin? Bagaimana bisa?

Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَه
ُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)

Imam Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadir, “Keadaan seorang mukmin semuanya itu baik. Hanya didapati hal ini pada seorang mukmin. Seperti itu tidak ditemukan pada orang kafir maupun munafik. Keajaibannya adalah ketika ia diberi kesenangan berupa sehat, keselamatan, harta dan kedudukan, maka ia bersyukur pada Allah atas karunia tersebut. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersyukur. Ketika ia ditimpa musibah, ia bersabar. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersabar.

Oleh karenanya, selama seseorang itu dibebani syari’at, maka jalan kebaikan selalu terbuka untuknya.

Semoga manfa'at

Twitter @IslamDiaries
Instagram DiariesImage

Sumber rumaysho.com

Orang beriman Pemberi Syafaat

TANYAKAN TENTANG KU

Sahabat.. Tanyakan Tentang Ku Di Syurga

Riwayat dalam sebuah hadits panjang dalam Sahih Muslim:

Nabi sallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ِ
Demi Tuhan yang diri ku di tanganNya. Manusia-manusia beriman akan memohon dengan bersungguh-sungguh kepada Allah untuk memperjuangkan hak saudara mereka yang berada di neraka.
ِ
Mereka berkata: Tuhan kami, mereka berpuasa, solat dan mengerjakan haji bersama kami.

Lalu dijawab kepada mereka: Keluarkan dari neraka sesiapa yang kalian kenal. Lalu diharamkan mereka daripada neraka.

Orang beriman itu pun mengeluarkan sejumlah manusia yang ramai, yang mana mereka telah dimakan neraka sedalam separuh betis hingga ke lutut.

Kemudian orang beriman akan berkata: Tuhan kami, sudah tiada seorang pun lagi yang kalian suruh kami keluarkan. Lalu Allah menjawab: Kembalilah lagi, sesiapa yang kalian dapati pada hatinya terdapat sebesar dinar kebaikan, keluarkan dia.

Lalu mereka mengeluarkan sejumlah manusia yang ramai, kemudian mereka berkata: Tuhan kami, kami tidak meninggalkan seorang pun yang engkau suruh kami keluarkan.

Kemudian Allah berkata: Kembalilah lagi, sesiapa yang kalian dapati dalam hatinya terdapat separuh dinar kebaikan, keluarkanlah dia.

Lalu mereka mengeluarkan sejumlah ramai manusia, kemudian mereka berkata: Tuhan kami, kami tidak meninggalkan seorang pun yang engkau suruh kami keluarkan.

Kemudian Allah berkata: Kembalilah, sesiapa yang kalian dapati dalam hatinya ada sebesar zarah kebaikan, keluarkanlah dia. .

Lalu mereka mengeluarkan sejumlah manusia yang ramai.

Kemudian mereka berkata: Tuhan kami, kami tidak meninggalkan langsung sesiapa yang ada kebaikan di sana. [Sahih Muslim, Kitab al-Iman, hadis no: 183]

Oleh kerana itu, Al-Imam Al-Hasan Al-Basri berkata:

ﺍﺳْﺘَﻜْﺜِﺮُﻭﺍ ﻣِﻦَ ﺍﻷَﺻْﺪِﻗَﺎﺀِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ، ﻓَﺈِﻥَّ ﻟَﻬُﻢْ ﺷَﻔَﺎﻋَﺔً ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔ
ِ
Perbanyakkanlah rakan-rakan yang beriman, sesungguhnya mereka memiliki syafaat di hari kiamat. [Tafsir al-Baghawi]

Semoga manfa'at

Twitter @IslamDiaries
Instagram DiariesImage

Apa Hatiqu Masih Hidup?

LIHAT HATIMU, MASIH HIDUPKAH DIA?

Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan: “Seorang mukmin, tidak mungkin menjadi sempurna kenikmatannya karena kemaksiatan, tidak mungkin menjadi lengkap kebahagiaannya karena kemaksiatan.

Bahkan, tidaklah dia melakukan kemaksiatan, melainkan kegundahan akan mencampuri hatinya, tapi karena syahwatnya yang mabuk menutupi hatinya; dia tidak merasakan kegundahan itu.

Ketika kegundahan ini hilang dari hatinya, bahkan rasa ingin dan senang terhadap kemaksiatan malah bertambah, maka harusnya dia berprasangka buruk pada imannya dan menangisi KEMATIAN hatinya.

Karena seandainya hatinya masih hidup, harusnya perbuatan dosanya itu menjadikan hatinya gundah, berat, dan sulit menjalani…

Ketika hati itu sudah tidak bisa merasakan (pedihnya) dosa; maka tidaklah sebuah luka menjadikan tubuh yang sudah mati merasakan sakit”. Semoga manfa'at

Twitter @IslamDiaries
Instagram DiariesImage

Sumber: Ust. Musyaffa Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى
[Kitab: Madarijus Salikin, Ibnul Qoyyim, 1/198-199]