Jumat, 22 April 2016

Surga Dan Amal

MASUK SURGA KARENA RAHMAT ALLAH..LALU UNTUK APA BERAMAL..?

Dalam hadis Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu disebutkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

لَا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ

“Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelematkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah” (HR. Muslim no. 2817).

Sementara dalam beberapa ayat diterangkan bahwa amalan adalah sebab seorang masuk surga. Seperti ayat berikut,

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Itulah surga yang dikaruniakan untuk kalian, disebabkan amal sholeh kalian dahulu di dunia” (QS. Az-Zukhruf : 72).

وحور عِينٌ * كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ * جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Bidadari-bidadari surga berkulit putih bersih dan bermata indah. Bidadari -bidadari itu putih bersih bagaikan mutiara-mutiara yang bejejer rapi. Semua itu sebagai balasan bagi orang-orang mukmin atas amal sholih yang mereka kerjakan di dunia” (QS. Al-Waaqi’ah: 22-24).

Bagaimana Menggabungkan Dua Nash yang Tampak Bertentangan Ini?

Mari simak penjelasan berikut…

Maksud dari huruf “ba” pada ayat ini adalah ba sababiyah (sebab). Adapun penafian sebab masuk surga karena amal pada  hadis, bermakna dalam perkara balasan yang setimpal (‘iwadhiyyah).

Maksudnya adalah seorang tidak bisa membayar surga Allah dengan amal perbuatannya. Karena amalannya penuh dengan cacat, sementara surga Allah terlalu sempurna untuk menjadi balasannya. Hanya dengan rahmat Allah saja seorang bisa tinggal di surgaNya. (Semoga kita termasuk penghuni surgaNya).

Syaikh Ibnu ‘Utsamin menjelaskan,

فكيف يُجمَع بين الآية وبين هذا الحديث ؟ والجواب عن ذلك: أن يقال: يُجمع بينهما بأن المنفيَّ دخول الإنسان الجنة بالعمل في المقابلة، أما المثْبتُ: فهو أن العمل سبب وليس عوضا.

“Bagaimana menggabungkan antara ayat dan hadis ini (yakni hadis Jabir di atas, pent)? Jawabannya, kedua dalil di atas bisa dikompromikan, di mana peniadaan masuknya manusia ke dalam surga karena amalnya dalam arti balasan, sedangkan isyarat bahwa amal sebagai kunci masuk surga dalam arti bahwa amal itu adalah sebab, bukan pengganti” (Syarah Riyadhus Sholihin, 1/575).

Ini isyarat bahwa tidak benar bila kemudian  seorang berpangku tangan  merasa cukup bergabung dengan rahmat Allah, lalu meninggalkan  amal sholih karena menganggapnya tidak penting. Karena Allah menetapkan segala sesuatu dengan sebab dan akibat. Dalam hal ini, Allah ‘azzawajalla menjadikan sebab mendapatkan rahmatNya; yang menjadi sebab meraih surga, dengan amal shalih.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Baqarah: 218).

Tidak Pantas ‘Ujub

Saat seorang menyadari  bahwa amalannya tidak mampu menggantikan surga Allah, disitu ia mengerti amat tidak pantas untuk merasa ‘ujub dengan amalannya.

Andai dari hari pertama dia dilahirkan ke dunia, sampai akhir hayatnya  beribadah kepada Allah dan tak pernah melakukan dosa sedikitpun, itu tak akan mampu membayar surga Allah yang penuh dengan limpahan kenikmatan. Lalu bagaimana lagi bila diri ini berlumuran dosa, ibadah masih cacat, entah sudah berhasilkah kita memperjuangkan keikhlasan, kemudian  merasa ‘ujub?! Wal’iyadzubillah..

Amal Shalih Sebab Meraih Tingkatan Tinggi di Surga

Suatu hari Rabi’ah bin Ka’ab al Aslami (Abu Firos) berkisah, “Aku bermalam bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kemudian aku mengambilkan air wudhu’ untuk beliau, serta hajat beliau (maksudnya pakaian dan lain-lain).
Kemudian Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadaku,

“Mintalah sesuatu kepadaku.”

“Aku meminta untuk bisa bersamamu di dalam surga.” Pintaku.

Nabi bersabda lagi, “Apakah ada selain itu?”

“Hanya Itu permintaanku.” Jawabku.

Beliau lalu bersabda,

فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرةِ السُّجُودِ

“Kalau begitu tolonglah aku untuk memperkenankan permintaanmu itu dengan memperbanyak sujud” (HR. Muslim).

Dalam hadis lain diterangkan, dari Abu Said al Khudri radhiyallahu’anhu. Beliau mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَهْلَ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى لَيَرَاهُمْ مَنْ تَحْتَهُمْ كَمَا تَرَوْنَ النَّجْمَ الطَّالِعَ فِي أُفُقِ السَّمَاءِ، وَإِنَّ أَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ مِنْهُمْ وَأَنْعَمَا

“Sesungguhnya penghuni surga yang menempati derajat yang paling tinggi,  akan melihat orang-orang yang berada di bawah mereka, seperti kalian melihat bintang yang terbit di ufuk langit. Dan sngguh Abu Bakr dan ‘Umar, termasuk dari mereka  dan yang paling baik” (HR. Tirmidzi).

Hadis di atas menunjukkan bahwa surga memiliki tingkatan-tingkatan, yang dapat diraih dengan amal sholih, setelah masuknya didapat karena rahmat Allah.

Imam al Qurtubi rahimahullah menerangkan,

اعلم أن هذه الغرف مختلفة في العلو ، والصفة ، بحسب اختلاف أصحابها في الأعمال ، فبعضها أعلى من بعض ، وأرفع

“Ketahuilah bahwa kamar di surga berbeda-beda dalam hal derajat ketinggian dan sifatnya, sesuai  perbedaan penghuninya dalam  amal perbuatan. Maka satu dari mereka lebih tinggi derajatnya dari yang lain” (at Tadzkiroh fi Ahwal al Mauta wa Umur al Akhiroh, hal. 398).

Diantara tafsiran para ulama dalam mengkompromikan ayat dan hadis yang tampak bertentangan di atas, bahwa ayat yang menerangkan amalan sebagai kunci masuk surga, diartikan  sebagai sebab untuk meraih derajat di dalam surga. Adapun hadis tentang masuk surga karena rahmat Allah,  dipahami bahwa rahmat Allah sebagai sebab masuk surgaNya.

Ibnu Hajar rahimahullah menuliskan dalam Fathul Bari,

قال بن بطال في الجمع بين هذا الحديث وقوله تعالى وتلك الجنة التي أورثتموها بما كنتم تعملون ما محصله أن تحمل الآية على أن الجنة تنال المنازل فيها بالأعمال فإن درجات الجنة متفاوتة بحسب تفاوت الأعمال وأن يحمل الحديث على دخول الجنة والخلود فيها

Ibnu Batthol menjelaskan saat menggabungkan hadis ini (yakni hadis Aisyah yang semakna dengan hadis Jabir di atas, pent), dengan firman Allah ta’ala,

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Itulah surga yang dikaruniakan untuk kalian, disebabkan amal sholeh kalian dahulu di dunia” (QS. Az-Zukhruf : 72)

Ayat ini dimaknai bahwa tingkatan di dalam surga diraih dengan amalan. Karena derajat di surga berbeda-beda,  sesuai perbedaan tingkatan amal. Adapun hadis dimaknai, sebab masuk surga atau sebab mendapatkan keabadian di dalamnya (hanya dengan rahmat Allah)” (Fathul Bari, 11/295).

Allah Maha Adil. Tentu tak akan menyamakan antara orang yang giat beramal, istiqomah, tinggi ketakwaan keikhlasan serta imannya, dengan mereka yang biasa-biasa saja kualitas iman dan takwanya. Seperti kata pepatah, Aljaza’ min jinsil ‘amal, balasan sesuai dengan amal perbuatan.

Wallahua’lam bis shawab.

***

Madinah An Nabawiyah
23 Jumadal Akhir 1437

Penulis: Ahmad Anshori

Artikel Muslim.or.id

Kamis, 21 April 2016

Berkah Menemani Ulama

BERKAH MENEMANI ULAMA - bag. 06

SOBAT sekalian yang semoga selalu di rahmati Allah Taala...
بسم الله الرحمن الرحيم والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله ومن والاه.
Di dalam tulisan ini disebutkan bahwa Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin hafizhahullah menjelaskan sebuah doa yang sejatinya selalu dibaca oleh setiap mualim setiap pagi hari sebelum matahari terbit, karena mempunyai kedudukan sangat tinggi dalam kehidupan seorang muslim:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
Artinya: "Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima". HR. Ibnu Majah.
Syaikh menjelaskan bahwa di dalam doa ini terdapat beberapa perkara penting;
1. Tidak ada tujuan yang pantas dicapai oleh seorang muslim di dalam setiap harinya kecuali tiga hal ini; ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal ibadah yang diterima.
2. Seorang Muslim harus berdoa dan meminta kepada Allah agar tercapai tiga tujuan ini, oleh karenanya disyariatkan dibaca setiap pagi setelah shalat subuh.
3. Pentingnya ilmu agama, bahkan harus dijadikan sesuatu yang selalu harus diprioritaskan dalam hidup seorang muslim, karena seorang muslim tidak dapat membedakan antara rezeki yang baik dengan yang tidak baik KECUALI DENGAN ILMU, begitu pula tidak dapat membedakan antara amal ibadah yang baik atau tidak KECUALI DENGAN ILMU. Oleh karena di dalam doa ini didahulukan meminta ilmu yang bermanfaat.
4. Ilmu terbagi menjadi dua; ilmu yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, Maka jauhilah ilmu yang tidak bermanfaat yaitu ilmu yang mempelajarinya diharamkan dalam agama atau ilmu yang bermanfaat tapi tidak diamalkan akhirnya tidak bermanfaat.
5. Buah ilmu yang bermanfaat adalah beramal bukan HANYA SEKEDAR MEMPERBANYAK BACAAN, HAFALAN TETAPI ILMU YANG  MEMBUAT BERAMAL.
6. Rezeki terbagi menjadi dua; rezeki yang baik dan rezeki yang buruk, sudah sewajibnya seorang muslim memperhatikan rezeki yang baik dan menjauhkan diri dari yang buruk, Tidak memasukkan ke dalam dirinya, keluarganya kecuali rezeki yang baik, karena Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Rezeki yang buruk akan menghancurkan jasad seseorang.
كل جسد قام على السحت فالنار أولى به
Artinya: "Setiap jasad yang hidup karena rezeki yang haram maka neraka pantas untuknya."
7. Rezeki yang baik tidak dapat diketauhi kecuali dengan ilmu yang bermanfaat, oleh kareanya seorang musli semestinya belajar bagaimana ia berdagang, berjual beli, sehingga ia mendapatkan rezeki yang baik yang berdasarkan ilmu yang bermanfaat tadi. pernah diceritakan Abu Yusuf Muhammad bin Hasan (kawan Imam Abu Hanifah) diminta untuk menulis buku tentang sifat Wara', maka beliau menjawab: "Aku telah menulis kitab Jual Beli!", maksudnya adalah bahwa dengan mengetahui perkara jual beli dan mencari harta yang baik maka akan ia akan bersikap wara', karena terkadang manusia kurang bersikap wara' terhadap sesuatu yang ia lakukan, ini disebabkan karena ilmunya kurang.
8. Amal ibadah yang diterima adalah amal ibadah yang shalih (baik)
9. Amal yang shalih adalah yang ikhlas hanya karena Allah dan sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Allah berfirman:
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Artinya: "...supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya.
Berkata Al Fhudhail bin Iyadh rahimahullah: "Yaitu yang Paling Ikhlas dan Paling Benar", beliau ditanya apa maksudnya?, beliau menjawab: "Sebuah amal jika ikhlas tetapi tidak benar maka tidak diterima, dan jika benar tetapi tidak ikhlas tidak diterima. Dan Ikhlas adalah yang karena Allah semata dan yang benar adalah  yang sesuai dengan sunnah.
10. Setiap doa harus dibarengi dengan usaha, oleh karena setelah berdoa setiap pagi maka harus mengerahkan usaha agar terwujud tiga perkara ini. 
احرص على ما ينفعك واستعن بالله
Artinya: "Bersungguh-sungguhlah terhadap sesuatu yang bermanfaat untukmu dan minta tolonglah kepada Allah."

Masjd Nabi, Kamis 14 Rajab 1437H
Ahmad Zainuddin Al Banjary

ikuti terus channel telegram:
@ahmadzainuddin62
http://bit.ly/ahmadzainuddin62
@dakwahsunnahdotcom

Kamis, 14 April 2016

KONGKOW-KONGKOW

FIQIH NONGKRONG

Istilah nongkrong, kongkow-kongkow (dalam bahasa Betawi) atau majlas (dalam istilah warga keturunan Arab)  tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita terutama bagi kaula muda. Budaya ini hampir tidak bisa dilepaskan dari keseharian masyarakat Indonesia. Kata orang jawa “Mangan ra mangan waton kumpul” artinya apapun kondisinya mau makan ataupun tidak yang penting ngumpul.  Soal tempat bisa dimana saja, mau di pinggir jalan, kafe, warung kopi, kosan dll semuanya bisa.  Hanya saja aktifitas ini -pada umumnya- cenderung tidak memberikan manfaat apa-apa, bahkan tak jarang aktifitas ini tanpa disadari berubah menjadi ladang dosa.
Agar nongkrongnya bisa menjadi ladang pahala, sebaikanya fahami dan amalkan fiqih dan adab-adab nongkrong di bawah ini.

1. Pastikan niat nongkrongnya ikhlas karena Allah, yaitu semata-mata ingin bertemu saudara fillah dan duduk sejenak mengingat Allah. Sebagaimana ajakan Muadz kepada sahabatnya:

إجلس بنا نؤمن ساعة

"Marilah duduk sejenak bersama kita untuk beriman sesaat."

2. Jaga lisan dari ucapan sia-sia yang mengandung dusta dan kebathilan apalagi sampai melukai lawan bicara. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq alaihi)

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari)

3. Jauhi Ghibah dan Namimah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Tahukah kalian, apakah ghibah itu? Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘(ghibah itu) engkau membicarakan sesuatu yang terdapat dalam diri saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah.., bagaimana pendapatmu jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada diri saudaraku? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, jika yang kau bicarakan ada pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mengghibahinya. Sedangkan jika yang engkau bicarakan tidak terdapat pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah memfitnahnya. (HR. Muslim)

4. Jauhi canda yang dusta. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi)

5. Pilih topik pembicaraan yang mengandung manfaat.
Imam Al-Mawardi -rahimahullah- mengatakan: “Ketahuilah.. Sebuah pembicaraan  memiliki syarat-syarat dimana seorang pembicara tidak akan selamat dari kesalahan kecuali dengan merealisasikan syarat-syarat tersebut. Syarat-syarat tersebut ada empat:
Pertama: Hendaklah  pembicaran tersebut karena suatu keperluan, baik untuk mengambil manfaat atau mencegah keburukan.
Kedua: Pembicaraan tersebut  sebaiknya disampaikan pada tempatnya dengan memperhatikan sikon yang tepat.
Ketiga: Berbicara seperlunya
Keempat: Memilih bahasa  yang tepat saat berbicara. (Adab Ad-Dunya Wa Ad-Din: 275)

6. Bagi porsi bicara dengan kawan nongkrong anda, jagan hanya mau di dengar saja, jadilah pendengar yang baik juga.

7. Jangan berbicara pada sesuatu yang bukan keahlian kita.

8. Jangan berlama-lama saat nongkrong, sebab terkadang  waktu nongkrong yang lama dapat menyeret kita pada hal-hal yang dilarang. Imam Az-Zuhri mengatakan,

إذا طال المجلس كان للشيطان فيه نصيب

“Bila waktu bermajelis mulai panjang, maka syaithan punya bagian dalam majelis tersebut” (Al-Hilyah)

9. Ingat.. Semua yang kita ucapkan tercatat rapi disisi-Nya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Allah azza wa jalla berfirman:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

‘Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.’ (QS: Qaf :18)

إنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوولًا

‘Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawaban.’ (QS: Al-Isra’:36)

10. Bagi yang biasa nongkrong di jalanan ingat sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berikut ini:

إيـــاكم والجـلـوس على الطرقات, قــالـوا : يا رســـول الله, مـالنـا بد من مجلسنا, نتحدث فيها, قال فأما اذا ابيتم فأعـطـوا الطـــــريق حقه. قالوا : وما حقه؟ قال : غض البصر, وكف الاذى, وردالسلام, والامر بالمعــــروف, والنهــــي عن المنكر

Artinya: “Jauhkanlah oleh kalian duduk di jalan-jalan.” Mereka berkata: ya Rasulullah! Kami tak punya pilihan lain. Tepi jalan itu adalah tempat majelis kami dimana kami dapat berbincang-bincang disana”. Rasulullah menjawab: "jika kamu enggan, maka berilah kepada jalan itu haknya". Mereka bertanya: apakah haknya? Rasul menjawab : menundukan pandangan, tidak mengganggu (pengguna jalan), membalas salam serta melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. (HR. Bukhori)

Dari hadits nabi diatas dapat kita simpulkan bahwa nongkrong atau duduk-duduk ditepi jalan itu dibolehkan bila memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1 menundukan pandangan
2 tidak mengganggu pengguna jalan
3 menjawab salam
4 memerintahkan kepada kebaikan
5 melarang kemungkaran

Catt: Bagi sahabat fillah yang belum bisa memenuhi kriteria diatas sebaiknya jangan nongkrong di tepi jalan.

11. Jauhi Ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita)

12. Nah biar nongkrongnya lebih sempurna, tutup dengan membaca do’a kaffaratul majelis. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oelha Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ’anhu bahwa “Bila Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam hendak beranjak dari suatu majelis beliau membaca:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika

“Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagiMu, aku bersaksi bahwa tiada ilah selain Engkau aku mohon ampun dan bertaubat kepadaMu". Seorang sahabat berkata: “Ya Rasulullah, engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa engkau baca?” Beliau menjawab: “Itu sebagai penebus dosa yang terjadi dalam sebuah majelis.” (HR Abu Dawud)

Sekian,  semoga bermanfaat. ..

Gambar: Majlas ala Mahasiswa UIM KSA

_______________
Madinah 25 Dzulqa'dah 1435 H
ACT El-Gharantaly

Sabtu, 02 April 2016

Mencintai wali-wali Allah

📚 Faidah Ringkas Kajian Mencintai Wali-wali Allah
👤 Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr
⏰ Hari ini Ahad, 25 Jumadal Akhir 1437 H / 3 April 2016 di Masjid Istiqlal, Jakarta.

1. Mencintai wali Allah dan kaum muslimin  adalah salah satu  simpul iman terkuat. Rasulullah bersabda
:
أوثقُ عُرَى الإيمانِ الحبُّ في اللهِ ، وَالبُغْضُ فيهِ

“Tali simpul iman terkuat adalah menyintai karena Allah dan membenci karena Allah.”

2.  Memusuhi wali Allah berarti menjadi 🗡 musuh Allah.  Dalam hadits qudsi, Allah berfirman:

مَن عَادَى لي وليّاً؛ فَقَدْ آذَنته بالحَرب

Siapa yang memusuhi wali-Ku maka sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya

3. Kita harus menjaga lisan dan hati kita bersih dari mencaci, menjelekkan, dan dengki kepada orang yang beriman.

Allah berfirman:
(وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ)

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang"

[Surat Al-Hashr 10]

Rasulullah ditanya:

يا رسولَ اللهِ أيُّ النَّاسِ أفضلُ ؟ قال : كلُّ مَخمومِ القلبِ صَدوقُ اللِّسانِ

“Wahai Rasulullah siapakah Sebaik-baik manusia manusia? Rasulullah menjawab: yang bersih hatinya dan selalu benar atau jujur lisannya.”

4. Siapakah wali Allah?

Wali artinya dekat. Wali Allah adalah orang yang dekat dengan Allah azza wa jalla. Kewalian seseorang bertingkat sesuai dengan amal shalihnya. Allah berfirman:

(أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ)

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”

[Surat Yunus 62 - 63]

Oleh karena itu menurut ulama, wali itu adalah:

من كان مؤمنا تقيا كان لله وليا

Orang yang beriman dan bertaqwa maka dialah wali Allah

5. Kewalian itu bukanlah soal tampilan lahir yang berbeda dengan umumnya manusia. Hakikat kewalian adalah kedekatan, keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Firman Allah dalam hadits qudsi:
مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ»

"Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan perang terhadapnya dari-Ku. Tidak ada yang paling Aku cintai dari seorang hamba kecuali beribadah kepada-Ku dengan sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadanya. Adapun jika hamba-Ku selalu melaksanakan perbuatan sunah, niscaya Aku akan mencintanya. Jika Aku telah mencintainya, maka (Aku) menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya, (Aku) menjadi penglihatan yang dia melihat dengannya, menjadi tangan yang dia memukul dengannya, menjadi kaki yang dia berjalan dengannya. Jika dia memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan dan jika dia minta ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni, dan jika dia minta perlindungan kepada-Ku, niscaya akan Aku lindungi."

6. Wali Allah memiliki 2 tingkatan:

1. Tingkat pertengahan

Orang yang menjalankan kewajiban agama dan meninggalkan yang haram.

أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ اْلمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْت الْحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئاً، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ .

"bahwa seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah dengan berkata, “Bagaimana pendapatmu jika saya melaksanakan shalat yang wajib, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, lalu saya tidak menambah lagi sedikit pun, apakah saya akan masuk surga?” Beliau menjawab, Ya.” (HR. Muslim).

2. Tingkat Tinggi

Orang-orang yang senantiasa beriltizam mengerjakan amalan-amalan Sunnah setelah yang wajib

7. Para Ulama adalah para wali Allah.

Imam Syafi'i berkata:

إن لم يكن العلماء العاملون أولياء الله، فليس لله ولي!

Bila ulama yang mengamalkan ilmunya bukan wali Allah maka tidak ada wali Allah!

Jelas bahwa para ulama adalah para wali Allah. Rasulullah bersabda:

وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Sungguh, keutamaan seorang alim dibanding seorang ahli ibadah adalah ibarat bulan purnama atas semua bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang sangat besar.”

8. Tanda kewalian seseorang adalah melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan. Kewajiban terbesar adalah shalat 5 waktu. Maka wali Allah adalah yang menjaga shalat 5 waktu di masjid.

Bila ada yang mengaku wali namun tidak pernah shalat di masjid, maka jelas dia bukan wali!

Allah berfirman:

{وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}

dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)

[الحجر : 99]

Allah Juga berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ}

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

[آل عمران : 102]

Sehingga jelas keliru bila ada yang mengaku wali namun tidak shalat, tidak pergi haji ke Ka'bah karena katanya ka'bahnya yang mendatangi walinya. Ini adalah khurafat yang jelas penyimpangannya!

9. Wali Allah tidak akan menganggap dirinya suci sebesar apapun amal yang dikerjakan

Allah berfirman:

فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ}

janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.

[النجم : 32]

Maka tidak mungkin ada Wali Allah yang mengakui sendiri bahwa dirinya adalah wali

10. Wali Allah tidak harus bisa melakukan hal-hal luar biasa yang disebut karamah. Sebagian wali Allah dikaruniai karamah atas tujuan tertentu, bukan syarat mutlak disebut wali.  Karena karamah yang paling tinggi adalah keistiqamahan. Ahlussunnah mengimani kebenaran karamah hanya saja tidak menjadikan barometer utama syarat kewalian.

11. Tiga barometer untuk mengenali wali Allah menurut Ibnul Qayyim Al Jauziyah:

1. Shalatnya
2. Kecintaannya pada Sunnah dan ahlussunnah
3.  Berdakwah di Jalan Allah secara ikhlas bukan untuk mencari pengikut yang mengagungkan dirinya

12. Tidaklah disebut wali Allah sampai:

1. Berusaha ikhlas dalam ibadah
2. Mengikuti contoh dari Rasulullah

Allah berfirman:

{قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ}

   Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik"

[يوسف : 108]

13. Bersemangatlah untuk mengejar derajat yang tinggi di sisi Allah

Rasulullah bersabda:

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجَزْ

“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah"

Allah berfirman:

{وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ}

   Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.

[العنكبوت : 69]

14.  Mencintai wali Allah merupakan tanda kebaikan. Maka cintailah orang-orang yang shalih, berakhlak mulia dan wali Allah.   Karena Rasulullah bersabda:

الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ يَوْمَ القِيَامَةِ

Seseorang itu bersama yang dicintainya di hari kiamat

15. Teruslah belajar ilmu syar'i karena ia adalah lentera yang menerangi jalan ke surga. Rasulullah bersabda:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ،

Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga.

16. Bergaullah dengan teman yang baik. Karena Rasulullah bersabda:

المَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman

17. Hisablah diri kita sebelum hari perhitungan datang. Orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa mempersiapkan dirinya menghadapi kehidupan setelah kematian.

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

Selesai dengan memuji Allah yang maha sempurna

Akhukum fillah,

✒ Encang iRul Al Batawiy

📝Repost by:
🌺🏡Grup WA UKS - Ukhuwah Keluarga Sakinah🏡🌺

Ini video cuplikannya :  https://youtu.be/XUJ48BB2ktg ( durasi hanya 6 menitan )

Ini video fullnya :  https://www.youtube.com/watch?v=MCmrmIJaODY