Sabtu, 20 Agustus 2016

Sahabat Setia Sampai Surga

ZAINAL ABIDIN
SAHABAT SETIA HINGGA SURGA…
AUGUST 20, 2016 ADMIN
Di tengah keterasingan, aku mencoba memaknai persahabatan dan di kala kesulitan menghimpit aku berusaha merenungkan tafsir Kesetiaan…

Di tengah gangguan bersosialisasi aku berjuang mengurai benang kusut kejujuran dalam pergaulan…

Memang benar kata para ulama sahabat ada empat,

Pertama, teman laksana makanan yang dibutuhkan untuk kehidupan.

Kedua, teman laksana obat yang dibutuhkan saat kesakitan.

Ketiga, teman laksana racun amat bahaya bila ditelan.

Keempat, teman laksana virus senantiasa menularkan penyakit saat berdampingan.

Para ulama salaf berkata, waspadalah bersahabat dengan banyak orang, karena mereka pada umumnya, tidak mudah mentolelir kekurangan, kurang bisa memaafkan kesalahan, mudah mengumbar aib, mudah marah dalam urusan sepele, dan gampang hasud dengan kenikmatan besar maupun kecil. Jangan kamu jadikan seseorang sebagai sahabat sebelum Anda mengujinya dengan lamanya pergaulan, amanah dalam masalah uang, membantumu dalam kesulitan, dan setia dalam bepergian.

Ribuan orang pernah bertegur sapa dan berpapasan denganku, ada yang masih aku ingat namun banyak yang terlupa moga semuanya bisa jumpa di Surga.

Banyak sekali kebaikan yang aku petik dan hikmat yang aku dapatkan dari harga sebuah persahabatan…

Atha berkata, carilah temanmu saat menghilang, barangkali dia sedang sakit perlu ditengok, atau sedang menghadapi kesulitan perlu bantuan atau sedang lupa persahabatan perlu diingatkan.

Kebaikan dan perhatian mereka terlalu banyak dihitung apalagi ditabung, ada yang terekam indah dalam kenangan dan ada yang terlupakan bahkan terabaikan semoga Allah memaafkan.

Betapa besarnya pahala bersahabatan yang ditegakkan diatas keimanan dan keadilan hingga Allah menjamin naungan teduh di hari pengadilan…..

Bahkan Allah berfirman dalam hadits qudsi, manakah orang-orang yang berkasih sayang karenaku, demi izzahku Aku akan naungi dengan naungan Arasyku…

Dan manusia dihimpun pada hari Kiamat bersama orang yang dicintainya, di mana pernah seorang Badui datang kepada Rasulullah dan bertanya, Kapankah Kiamat terjadi? Beliau menjawab, Apakah yang Anda persiapkan untuknya? Maka sang Badui pun menjawab, Cinta Allah dan cinta RasulNya. Maka beliau menjawab, Engkau akan dihimpun bersama orang yang kamu cintai.

Anas bin Malik menangis setelah mendengar jawaban nabi karena kegembiraan sehingga berkata, Aku mencintai Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan Utsman meski amalanku tidak bisa menyamai amalan mereka, aku hanya berharap bisa dikumpulkan bersama mereka di hari Kiamat.

Hak bersahabatan cukup banyak yang antara lain,

1. Jagalah nama baik dan kehormatan sahabatmu.

2. Nasehati secara tulus di kesepian akan kesalahan dan kesesatannya.

3. Bantulah hajat hidupnya baik berupa materi, tenaga, pikiran dan ilmu yang Anda miliki.

4. Doakan ketika bersin dan mengucapkan hamdalah, jawablah salamnya, tengoklah saat sakit, antarkan jenazahnya saat meninggalnya dan berilah nasihat dengan tulus saat minta nasihat serta kabulkan undangannya.

5. Jagalah kehormatan keluarganya dan panggillah dengan nama indahnya.

6. Doakan dengan kebaikan dan Hidayah saat Anda sedang berjauhan.

Said bin Ash berkata, temanku punya hak tiga atasku, kalau dia mendatangiku aku sambut dengan hangat, bila dia berbicara aku dengar dengan menghadapkan muka dan bila dia duduk aku luaskan majelisnya.

Sementara sahabat setia adalah orang yang bila kamu pandang mengingatkan Allah, ucapannya mendorong kepada kebaikan dan tingkah lakunya memotivasi kepada keakhiratan.

Zainal Abidin bin Syamsuddin,  حفظه الله تعالى

Senin, 15 Agustus 2016

Hilmah perpisahan

HIKMAH PERPISAHAN ‘KETIKA Mendapat MUSIBAH '

Mengingat kembali masa paling sulit umat ini akan melatih kita lebih bersyukur dan lebih tegar dalam mengadapi hal-hal sulit yang baru saja kita hadapi. Lalu angkasakan benakmu, apakah musibah paling sulit itu?

Pertama-tama tengoklah ke sekeliling, banyak kerusakan dalam tubuh umat yang pernah berjaya ini.. kemaksiatan mencekik lehernya, penyimpangan syari’at menyandung kakinya.. lantas tubuh umat ini jatuh ke jurang-jurang kehinaan dan kekalahan. Kemenangan manis yang pernah diingat sebagai kemenangan paling menakjubkan dalam sejarah, kini tidak hanya hilang dalam lembar-lembar sejarah itu sendiri, tapi benar-benar hilang dari benak-benak umatnya. Sejak kapan itu pergi? Sejak kapan kemenangan ini menjauhi umat ini? Yaitu sejak iman dan kepercayaan di hati umat ini semakin berdegradasi.. Sejak kita menjauh sedepa demi sedepa dari pemurnian penyembahan kita pada Allah Ta’ala. Sampai-sampai sekarang kita tengah berada di lembah kesyirikan namun bak semut hitam di atas batu hitam di dalam kegelapan, kita tidak mampu melihat dan menyadari dimana keyakinan, akidah, dan amalan kita sekarang berdiri.

Inilah garis yang Allah Ta’ala buat untuk kaum akhir zaman. Diantara hikmahnya agar mereka mencari kemana kemenangan itu pergi dan sejak kapan menghilang. Tidakkah kaum yang berakal sehat itu berfikir? Sejak wahyu diputus dari langit. Sejak Nabi terakhir kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam diwafatkan dalam pilihannya untuk bertemu dengan Allah Ta’ala. Setitik noda mulai melukai tubuh umat ini dan luka itu membesar bak borok yang terus berproliferasi. Tidakkah datang di benak kaum yang berakal? Ini justru mengokohkan keyakinan bahwa apa yang Nabi terakhir itu bawa adalah benar adanya sebagai kebenaran yang nyata. Yang semakin kita menjauhinya, niscaya semakin jatuh kita dalam kehancuran sebagaimana sekarang ini.

Adapun hikmah lain yang akan kita dalami dari sana, saat ini.. adakah kita pantas meratap dan mengeluh atas musibah duniawi semacam kehilangan harta dan anak, sedangkan ada musibah besar yang 1400 tahun lalu mengancam umat ini dengan kehinaan dan kehancuran? Bersedihlah di tempat yang pantas.. lalu carilah pelajaran dari musibah itu.

Sungguh ratapan dan keluhan pada hal yang tidak benar-benar me-mudharat–kanmu (merugikan-red) hanyalah kesia-siaan di dunia dan hisab-adzabnya berat di akhirat. Berpikirlah dua kali dan berkali-kali lagi untuk bersedih karena kehilangan harta, kesulitan duniawi, kehilangan anak, penyakit yang kian tidak sembuh dan nasib yang kian tidak membaik. Pun lebih dari itu menangislah atas putusnya wahyu dari langit, kerusakan yang bertolak dari sana dan usaha kita yang kian tak membaik dalam memperbaikinya.

Jika hati keras yang banyak tertawanya, banyak makannya, banyak bicara tak bermanfaatnya ini tidak bisa merasakan kesedihan yang pantas. Maka mari kita melakukan flash back ke masa lalu, bagaimana para shahabat yang membersamai nabi semasa hidupnya harus menerima ujian berat kematian al-musthafa itu. Hari dimana hari-hari setelah itu akan jauh lebih sulit dari biasa bahkan hanya untuk sekedar mempertahankan aqidah yang susah payah kita tanamkan pada hati tandus yang gemar bermaksiat ini. Bagaimana mereka memaknai kesedihan terberat itu dan bagaimana rasa dari kesedihan itu.

Kaum akhir zaman ini mungkin tidak bertemu langsung dengan utusan Allah terakhir itu, belum pernah mencicipi pertemuan bahkan perpisahan dengannya, langsung di dunia. Namun bagi yang syahadatnya diucap dengan penuh kesadaran akan konsekuensinya.. tentu mengimani utusan Allah Ta’ala tercinta itu melazimkan kesedihan atas kepergiannya.

Bagimu yang kehilangan kesedihan itu.. adakah berkenan kalian mengulang lagi sepotong kisah perpisahan yang berat dan warisan hikmah cobaan besar yang lebih pantas kau tangisi ini…? barangkali di dalam pengulangan kisah yang sudah pernah kau dengar ini, kau temukan hatimu dan kau kurangi kesedihanmu atas musibah lain yang tak sebanding dengan peristiwa ini..

“Pada awal bulan ke-3 Hijriah… bulan itu adalah bulan dimana umat Islam pantas bersyukur. Betapa Allah Yang Maha Pengasih telah memberikan umat ini hadiah besar berupa kelahiran utusan yang akan membawa wahyu dariNya sehingga kebenaran dari-Nya akan tegak kembali.. janji Allah di kitab-kitab terdahulu terpenuhi..

Begitu pun janji Allah pada kitab-Nya yang mulia, Al-Qur’an..

“1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, 2. dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, 3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.”(An-Nashr :1-3)

Kemenangan telah nampak, panji-panji perang boleh beristirahat. Berbondong-bondong penduduk kota dimana nabi tercinta kita diutus telah ‘berserah diri’ dalam agungnya kebenaran yang dibawa Al-Amin, pemuda paruh baya yang 63 tahun lalu lahir di tengah-tengah mereka sebagai anak yatim yang ditinggal mati ayahnya. Dia telah menemui kemenangan itu.. di hari itu. Genaplah yang genap, sempurnalah apa yang dituju, sampailah jangkar pada dasar lautan.

Berita kemenangan itu telah jelas.. apa yang perlu diselesaikan setelahnya juga telah jelas.. Maka jiwa terjaga itu hanya tinggal menunggu keputusan Allah Ta’ala dan memilih apa yang bisa dipilih.

Dari kepalanya yang telah dia gunakan untuk menantang rantai-rantai logam di perang uhud, terasa olehnya sakit dan pening yang menguar tiba-tiba. Racun dari Khaibar yang mengendap dan menanti dititah untuk beraksi kini memulai onsetnya. Sebelum itu, tepatnya beberapa hari sebelum mulainya rasa sakit itu.. Nabi telah berkhutbah di atas mimbar demi menyampaikan belasungkawa terkait dirinya dan tentang pilihannya yang telah jatuh, atas tawaran Rabb-Nya yang Maha suci itu..

“Sesungguhnya Allah memberikan pilihan kepada seorang hamba, antara (kehidupan) dunia dan apa yang ada di sisi-Nya. Namun sang hamba lebih memilih apa yang ada di sisi-Nya”

Maka dari keheningan di tengah pendengar khutbah Nabi, pecahlah tangis Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu, sehingga orang terheran-heran dengan tangisannya. Ia bisa jadi satu-satunya yang memahami di antara banyak shahabat di hadapan mimbar itu, bahwa sang hamba yang diberi pillihan itu tidak lain adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Dan ada makna tersembunyi dalam umumnya kalimat itu.

Nabi menatap lembut kawan sejatinya itu, tak salah dia berikan banyak harapan dan cinta pada sosok penuh kasih sayang yang tengah terisak itu. Tak heran betapa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintai-Nya.. tak heran mengapa cinta itu terbalas dengan bukti betapa mudahnya perasaan dan pemahaman Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu untuk bersatu dengan maksud Nabi kala itu.

Nabi mengambil nafasnya untuk memulai kata-katanya kembali;

“Sesungguhnya orang yang paling aku percayai dalam mendampingi dan (berkorban dengan) hartanya adalah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu”

Mungkin isakan tangis Abu bakar Radhiyallahu ‘anhu akan semakin keras demi mendengarnya lagi.

“Seandainya aku boleh mengambil Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu sebagai khalil (kekasih), niscaya aku telah mengambil Abu Bakar sebagai khalil, akan tetapi yang dibolehkan hanyalah persaudaraan Islam dan kecintaan dalam Islam. Tidak satu pun pintu di masjid melainkan telah ditutup, kecuali pintu Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu”

***
Permohonan Nabi Di tengah Malam

Pada tengah malam sebelum datang musibah berat umat ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membangukan mantan hamba sahayanya, Abu Muwaihibah lalu berkata,

“Wahai Abu Muwaihibah! Seseungguhnya aku diperintahkan untuk memohonkan ampunan bagi penghuni (pemakaman) Baqi’ ini. Karena itu, ikutlah bersamaku.”

Tatkala berdiri di tengah mereka, beliau bersabda:

“Semoga kesejahteraan tercurah atas kalian, wahai para penghuni kubur. Selamat atas kalian di pagi hari, dimana orang-orang memasuki pagi hari mereka. Berbagai fitnah telah datang bagaikan potongan malam yang gelap gulita, dimana penghujungnya mengikuti permulaannya. Yang terjadi di penghujungnya lebih buruk dari permulaannya”.

Kemudian beliau menghadap ke arah Abu Muwaihibah seraya berkata:

“Wahai Abu Muwaihibah! Sesungguhnya aku telah diberikan kunci-kunci perbenderaharaan dunia dan keabadian di dalamnya, juga surga..

Lalu aku diberi pilihan antara hal itu dengan menjumpai Rabb-ku dan Surga.”

Abu Muwaihibah berkata, “ Ayah dan Ibuku menjadi tebusanmu, ambillah pintu-pintu dunia, keabadaian di dalamnya, dan Surga”. Maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Demi Allah, Tidak, wahai Abu Muwaihibah! Aku telah memilih pertemuan dengna Rabb-ku dan Surga.”

Kemudian beliau memohonkan ampunan untuk penghuni al-Baqi’ lalu pulang. Selepas itu, mulailah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami sakit yang berhujung pada wafatnya beliau. Sepulang dari Al-Baqi’ beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi istri-istrinya sekaligus meminta ijin pada mereka, agar dirawat di rumah Ibunda Aisyah Radhiyallahu ‘anhaa. Maka mereka pun setuju.

Di Rumah Aisyah Radhiyallahu ‘anhaa

Kemudian beliau mengalami demam dan sakitnya bertambah parah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat meminta dituangkan 7 kantung air agar bisa cukup segar demi menemui orang-orang dan mengimami shalat dan berkhutbah di hadapan mereka. Akan tetapi setelah itu sakitnya justru semakin parah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Aisyah agar Abu Bakar menggantikannya menjadi imam shalat. Meski sempat ditolak oleh Aisyah dengan kuat karena Abu Bakar nanti hanya akan menangis di tengah shalat. Namun Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap bersikeras mengiginkan Abu Bakar menjadi imam shalat jamaah kaum muslimin menggantikannya.

Pada hari Senin, di hari beliau wafat, di saat orang sedang shalat shubuh dengan diimami Abu Bakar, mereka dikejutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyingkap tirai bilik Aisyah. Beliau memandang mereka dalam shaf shalat, kemudian beliau tersenyum sambil tertawa. Lalu Abu Bakar mundur ke belakang untuk mencapai shaff karena mengira bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin keluar untuk shalat. Orang-orang hampir tergoda dalam shalat mereka karena begitu senang dengan kondisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun beliau mengisyaratkan kepada mereka dengan tangannya, agar menyempurnakan shalat mereka lalu beliau masuk kembali ke dalam bilik dan menutup tirai.

Lalu pulanglah Abu Bakar ke keluarganya di Sanh, beberapa orang juga bubar, beranggapan Nabi telah sembuh. Di dalam bilik, Aisyah Radhiyallahu ‘anhaa menyandarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada dadanya ketika Abdurahman bin Abu Bakar masuk sambil membawa siwak. Lalu Aisyah menawarkan diri untuk mengambilkan siwak untuk nabi, dan juga karena melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang siwak milik Abdurrahman. Lalu Aisyah Radhiyallahu ‘anhaa haluskan siwak itu untuk Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bersiwaklah Rasul dengan itu, sedangkan beliau masih dalam posisi bersandar pada Aisyah Radhiyallahu ‘anhaa. Di antara kedua tangan beliau ada teko air. Beliau memasukkan tangannya ke dalam air seraya mengucapkan:

“Tidak ada Illah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya.” Dan akhir kata yang di ucapkan beliau,“Ya Allah.. bersama Pendamping Yang Maha Tinggi.” Aisyah awalnya tidak menyadari telah berpulangnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke sisi Allah Ta’ala, karena usianya yang muda. Begitu beliau sadar, Aisyah meletakkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas bantal, dan mulai meratap dan menangis bersama wanita lain.

Kesedihan memenuhi langit Madinah. Wajah-wajah kaum muslimin gelisah dan gelap karena kebingungan dan kesedihan. Bahkan ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu, yang demikian agung itu pun, bangkit berdiri dan bersumpah di depan khalayak bahwa Rasul tidak wafat. Hingga Abu Bakar datanng dari Sanh. Dia menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mendapatinya telah ditutupi kain kerudung, kemudian ia menyingkap wajahnya dan menciumnya lalu menangis dan berkata:

“Ayah dan Ibuku menjadi tebusanmu, Engkau selalu baik, semasa hidup maupun setelah mati. Demi Dzat Yang jiwaku ada di tangan-Nya. Allah selamanya tidak akan menimpakan kepadamu dua kematian.”

Kemudian dia keluar, sementara ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu tengah berkhutbah di hadapan banyak masyarakat. Lalu Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berkata “Duduklah, Wahai ‘Umar!” Namun ‘Umar menolak untuk duduk. Orang-orang menyambut kedatangan Abu Bakar dan meninggalkan ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu. Kemudian ia memuji Allah dan menyanjung-Nya, lantas berkata:

“Amma Ba’du, barang siapa (selama ini) menyembah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, dan barang siapa menyembah Allahl, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup, tidak pernah mati. Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan mereka akan mati (pula)” (AzZumar :30).

Dan Allah Ta’ala berfirman,

” Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)” (Ali ‘Imran :144).””

Seketika orang-orang tersedu-sedu, Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata:

“Demi Allah, sungguh seakan-akan orang-orang belum pernah mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini, hingga Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu membacanya, lalu orang-orang mengambil ayat ini darinya. Tidak seorang pun yang ia perdengarkan ayat ini kepadanya melainkan ia membacakannya.”

***

Beratnya hari-hari setelah wafatnya Rasulullah. Fitnah akan semakin mudah tumbuh. Dan wahyu Allah akan terputus dengan wafatnya utusan terakhir tersebut. Beratnya musibah ini dirasakan oleh para shahabat digambarkan dalam perkataan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu;

“Ketika hari pertama Rasulullah datang ke Madinah, maka bersinarlah segala sesuatu. Dan ketika terjadi hari wafat beliau, maka gelaplah segala sesuatu. Belum lama tangan-tangan kami menguburkan jenazah beliau, akan tetapi hati kami mengingkarinya (seakan-akan tidak percaya hal itu terjadi).”

Anas Radhiyallahu ‘anhu juga bercerita:

“Setelah meninggal Rasulullah, Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berkata pada ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu: ‘Mari kita berkunjung ke Ummu Aiman, sebagiaman Rasulullah pun suka mengunjunginya.’

Sesampainya disana, Ummu Aiman Radhiyallahu ‘anha menangis. Keduanya berkata, ‘Apa yang menyebabkan engkau menangis? Padahal apa yang ada di sisi Allah Ta’ala adalah yang terbaik bagi Rasulullah”

Ummu Aiman berkata “Aku menangis karena wahyu telah terputus dari langit. Maka perkataan tersebut menggoncangkan hati keduanya (Abu Bakar dan ‘Umar), sehingga keduanya menangis bersama Ummu Aiman.”

***

Tidaklah kematian Rasulullah melainkan ada banyak hikmah di dalamnya. Diantaranya adalah sebagai ujian kepada kita agar kita banyak mengoreksi iman dan perbuatan kita, apakah kita terlalu ghuluww atau malah terlalu ingkar pada Rasul-Nya. Adapun buah dari sifat pertengahan dari keduanya akan melazimkan seorang mukmin banyak-banyak bersyukur meski musibah dunia melandanya, karena musibah dunia tidak lebih berat sama sekali dengan musibah agama, bahkan musibah dunia dapat menjadi kafarat dosa bagi yang bersabar dari keluhan dan ratapan.

Semoga pengulangan kisah perpisahan ini akan menambah rasa rindu kita pada Rasulullah dan menambah keimanan kita kepada beliau. Bagi kita umat akhir zaman yang tidak sempat bertemu dengan-nya, maka sepantasnya kita menjadi yang paling merindukan perjumpaan dengan Rasulullah setelah perjumpaan dengan Allah Ta’ala. Maka dengan itu semoga Allah Ta’ala memudahkan jalan kita untuk berkumpul dengannya di Surga-Nya bersama orang-orang mukmin lain dan semoga kita termasuk orang-orang yang banyak bersyukur dan bersabar. Aamiin.

Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. 181. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. 182. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. (Ash-Shaffat:180-182)
——————————-

Artikel muslimah.or.id

Oleh : Lungit Fika Fauzia Ummu ‘Imran

Sumber :

Al Qur’an Al Karim

Al Habib Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi

Tafsir Juz’Amma, Syaikh Utsaimin

Ketika Wanita Mendapat Musibah, Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah

Sabtu, 13 Agustus 2016

Nasihat Untuk Penuntut Ilmu

RISALAH KECIL UNTUK PENUNTUT ILMU

~Jagalah Hati~

Banyak penuntut ilmu yang mengeluhkan hafalan Quran-nya yang stagnan, cuma jalan di tempat. Bertahun-tahun waktu ia habiskan, namun hafalannya cuma segitu-segitu saja. Atau mengeluhkan betapa susahnya mengokohkan apa yang pernah dihafal. Semua terasa begitu berat.
Belum lagi ilmu-ilmu lainnya; hadits-hadits yang dulu pernah dihafal, persoalan-persoalan fikih yang dulu pernah dipahami, ataupun untaian-untaian indah ulama-ulama terdahulu yang sempat mampir dalam memori.

Keluh-kesah ini terkadang membuat seseorang merasa frustasi dan putus asa. Saat kita bertanya-tanya dalam hati, mengapa ilmu-ilmu yang telah diperoleh, belum lagi membekas di dalam diri ?
Ada yang salah dalam diri ini, dan itu pasti.

Tatkala problem mendera, sebelum protes kesana-kemari, hingga menuduh pihak-pihak lain, maka tuduhan pertama wajib kita arahkan pada diri sendiri. Allah ta'ala berfirman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

"Dan musibah apapun yang menimpamu, maka adalah buah dari perbuatan tanganmu"
Imam al-Ilbiriy mengatakan dalam mandzumahnya :

ونفسك ذم لا تذمم سواها
بعيب فهي أجدر من ذممت

"Dan jangan mencela siapapun atas aib diri kecuali dirimu,
Dialah yang paling pantas untuk dicela"

Sebagian ulama salaf pernah berujar,

آفة العبد رضاه عن نفسه، ومن نظر إلى نفسه باستحسان شيء منها فقد أهلكها، ومن لم يتهم نفسه على دوام الأوقات فهو مغرور
 
"Adalah petaka bagi seorang hamba bila ia merelakan nafsunya. Barangsiapa yang melihat dirinya dengan menganggap baik satu bagian darinya, maka sungguh ia telah mencelakakannya. Dan barangsiapa yang tidak menuduh dirinya dari waktu ke waktu, maka ia adalah orang yang tertipu."
Seorang Imam besar pernah mengeluhkan hal yang kurang lebih senada kepada gurunya. Sang Guru pun menasehati muridnya untuk meninggalkan dosa, seraya berkata,
"Ilmu adalah cahaya, dan Allah tidak menganugerahi cahaya-Nya kepada seorang pendosa".
Imam besar tersebut adalah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i, dan guru beliau adalah Imam Waki'.

Ilmu memiliki cawan tempat dimana ia menetap. Dan cawan ilmu itu adalah hati.
Mari kita tanyakan pada diri kita masing-masing,
Sudahkah kita membersihkan cawan ilmu itu sendiri ?
Sejauh mana usaha kita membersihkan hati ?

Segala sesuatu memiliki wadah. Dan wadah ilmu, tempat ilmu bersemayam, adalah hati.
Tatkala kita menemukan sesuatu yang berharga dari perbendaharaan dunia, tentu kita akan mencari tempat yang paling aman untuk menyimpannya. Dan bagi seorang penuntut ilmu, ilmu jauh lebih berharga dari semua perbendaharaan dunia. Maka membersihkan hati semestinya menjadi fokus utama seorang penuntut ilmu.

"Karena perumpamaan ilmu di dalam hati bagaikan lentera. Apabila kaca lentera itu bening, maka cahaya yang dipancarkan akan terang benderang. Namun bila kaca lentera itu ditutupi kotoran, maka cahayanya akan menjadi redup."

Ada ungkapan yang mengatakan:

فالعلم جوهر لطيف لا يصلح الا للقلب النظيف

"Ilmu adalah permata yang halus, dia tidak layak kecuali untuk hati yang bersih"
Banyak sekali noda-noda yang harus kita singkirkan dari hati, yang kesemuanya kembali kepada 3 pokok sebagaimana yang disebutkan Ibnul Qayyim dlm kitab alfawaid :

1. Noda Syirik

2. Noda Bid’ah

3. Noda Maksiat

Allah berfirman, memerintahkan nabi Muhammad shallallahu'alaihiwasallam

ْوَثِيَابَكَ فَطَهِّر

"Dan pakaianmu, maka bersihkanlah."

Walaupun ada perbedaan pendapat di kalangan ahli tafsir dalam menjelaskan arti pakaian pada ayat ini, apakah yang dimaksudkan adalah pakaian zahir ataukah batin. Namun Ibnu Jarir menyebutkan bahwa mayoritas salaf menafsirkan pakaian pada ayat ini dengan makna batin, hal itu disimpulkan setelah memperhatikan siyaq (runut) pada ayat-ayat sebelumnya.

Saudaraku fillah. .
Bila kita merasa malu di hadapan manusia saat berpakaian lusuh dan kumuh, maka sudah seharusnya kita merasa malu bila melihat hati kita yang kumuh dan lusuh denga noda-noda dosa. Karna Allah tidak memandang rupa dan harta kita, tapi melihat hati dan amalan kita, sebagaiman sabda nabi shallallahu'alaihiwasallam,

ان الله لا ينظر الي صوركم واموالكم ولكن ينظر الي قلوبكم واعمالكم

"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amalan kalian."

Sahl bin Abdullah Tusturiy pernah mengatakan,

حرام علي قلب ان يدخله النور وفيه شيء مما يكره الله

"Haram bagi hati untuk dimasuki cahaya, bila di dalamnya ada perkara-perkata yang dibenci oleh Allah."

Semoga kita diberi taufik untuk membersihkan hati-hati kita, dan kelak kembali kepadanya dengan hati yang selamat.

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

"Hari dimana tiada bermanfaat lagi harta dan anak keturunan, kecuali hamba yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat."

اللهم آت نفوسنا تقواها وزكها أنت خير من زكاها أنت وليها ومولاها

Ya Allah..! Anugerahkanlah ketakwaan pada jiwa-jiwa kami, bersihkanlah ia, Engkau adalah sebaik-baik Dzat yang membersihkan jiwa. Engkaulah Penguasa dan Pemiliknya.

by: Arif Rinanda
Editor: ACT El Gharantaly
Madinah 09-07-1436 H

Jumat, 12 Agustus 2016

Cara shalat jenazah

Cara ringkas shalat jenazah

- Bacaan shalawat

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Allaahumma sholli 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad, kamaa shollaita 'alaa ibroohiim, wa 'alaa aali ibroohiim, innaka hamiidun majiid. Allaahumma baarik 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad, kamaa baarokta 'alaa ibroohiim, wa 'alaa aali ibroohiim, innaka hamiidun majiid.

Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Berilah berkah kepada Muhammad dan keluarganya (termasuk anak dan istri atau umatnya), sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.

(HR. Al-Bukhari)

- Doa takbir ke-3

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ (وَعَذَابِ النَّارِ)

Allaahummaghfir lahu warhamhu wa 'aafihi wa'fu 'anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi' madkholahu, waghsilhu bilmaa-i wats-tsalji wal barod, wa naqqihi minal khothooyaa kamaa naqqoitats-tsaubal abyadho minad-danas, wa abdilhu daaron khoiron min daarihi, wa ahlan khoiron min ahlihi, wa zaujan khoiron min zaujihi, wa adkhilhul jannata, wa a'idzhu min 'adzaabil qobri (wa 'adzaabin-naar).

Ya Allah, ampunilah dia (mayit), berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air, salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran. Gantikanlah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.

(HR. Muslim)

- Doa takbir ke-4

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا. اَللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى اْلإِسْلاَمِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى اْلإِيْمَانِ، اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَهُ

Allaahummaghfir lihayyinaa wa mayyitinaa wa syaahidinaa wa ghoo-ibinaa wa shoghiirinaa wa kabiirinaa wa dzakarinaa wa untsaanaa. Allaahumma man ahyaytahu minnaa fa-ahyihi 'alaal islaam, wa man tawaffaytahu minnaa fatawaffahu 'alaal iimaan. Allaahumma laa tahrimnaa ajrohu wa laa tudhillanaa ba'dahu.

Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan yang mati di antara kami, orang yang hadir dan yang tidak hadir, yang masih kecil dan yang sudah dewasa, laki-laki maupun perempuan. Ya Allah, orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hidupkan dengan memegang ajaran Islam, dan orang yang Engkau matikan di antara kami, maka matikan dengan memegang keimanan. Ya Allah, jangan halangi kami untuk memperoleh pahalanya dan jangan sesatkan kami sepeninggalnya.

(HR. Ibnu Majah)

Hal-hal lain yg penting perlu diperhatikan :

1. Bila jenazahnya laki-laki imam berada lurus dikepala mayit dan bila wanita imam berada ditengah.
2. Membagi makmum menjadi 3 shaf jika memungkinkan jika tidak bisa satu shaf.
3. Boleh sekali salam saja.
4. Tidak ada doa berjamaah setelah salam, jenazah langsung diangkat menuju pekuburan.